Minggu, 15 Mei 2011

Ayah

Ayah,
Lenganmu menggerak di lekuk belikat,
Menerobos sang surya tergopoh hingga terluka,
Ku ingat keringat demikian deras,
Dan membayar upah mu sebelum sebelum kering keringat mu.
Ku ingat?

Sebutir nasi,
kau tukar dengan bulir keringat mu,
Demi perut orang dirumah,
Siang meramu peluhmu,
Bercucuran tanpa ragu,
Tak akan pernah menyerah,
Setiap tetes keringat,
Terik hidup menyengat,
Kau masih mendayung mimpi yang tertambat,
Demi puncakmu tak kau hiraukan sakit,
Keringat seperti tak kau anggap.

Dengan apa,
ku tebus jerihmu Ayah?

Seandainya saja,
Aku bisa membayar setiap tetes keringat mu, Ayah,
Tak akan pernah lunas hingga ajalku.

Lewat keringat ku katakan,
Untuk setiap kasih di tetes keringat mu,
Padamu ku hutang cinta Ayah....

♥Ibu♥

Aku adalah,
gumpalan darah yang belasan tahun lalu bersarang di rahim malaikat yang kini kupanggil,
Ibu...

Matamu Ibu,
adalah bejana tempat menampung doa,
yang terkadang tumpah sebagai tangis rahasia.

Ibu,
di setiap pejam matamu,
Tuhan tangiskan malaikat atas doa-doa rindu paling sepi.

Ibu,
aku ingin melengkap dalam dekapan dan menghangat pada jantungmu yang perapian,
tempat doa yang beku diselamatkan.

Aku berpegang padamu, Ibu.
Pada tanah lapang dan ilalang,
agar aku dapat belajar dengan benar,
pada batu, lumpur, dan belukar.

Ada waktu, ketika aku jatuh,
yg kuingat hanya Ibu.
Dan jika suatu waktu,
saat aku teguh ingin kudapat yg satu; Ibu.

Ibu,
kasihmu seolah perahu,
tak perduli letih kau tetap mengayuh.
Demi mengantarku ke dermaga ini untuk meraih mimpi.

Dan, rinduku pun tiada akhir,
seperti air mengalir.
Hingga pada suatu ketika,
kutemukan samudera, di wangi tubuhnya.

Ibu...