Minggu, 15 Mei 2011

Ayah

Ayah,
Lenganmu menggerak di lekuk belikat,
Menerobos sang surya tergopoh hingga terluka,
Ku ingat keringat demikian deras,
Dan membayar upah mu sebelum sebelum kering keringat mu.
Ku ingat?

Sebutir nasi,
kau tukar dengan bulir keringat mu,
Demi perut orang dirumah,
Siang meramu peluhmu,
Bercucuran tanpa ragu,
Tak akan pernah menyerah,
Setiap tetes keringat,
Terik hidup menyengat,
Kau masih mendayung mimpi yang tertambat,
Demi puncakmu tak kau hiraukan sakit,
Keringat seperti tak kau anggap.

Dengan apa,
ku tebus jerihmu Ayah?

Seandainya saja,
Aku bisa membayar setiap tetes keringat mu, Ayah,
Tak akan pernah lunas hingga ajalku.

Lewat keringat ku katakan,
Untuk setiap kasih di tetes keringat mu,
Padamu ku hutang cinta Ayah....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar